KESENIAN TRADISIONAL KENTONGAN "PUSPA SARI BUDAYA" DESA PENILIKAN PIMPINAN BAPAK A. SYAIFUDIN
Kesenian
tradisional merupakan kebudayaan yang di miliki oleh setiap daerah, khususnya
masyarakat yang masih memilikai sifat kedaerahan dan melakukan sesuatu nyang
masih bersifat kedaerahan. Keberadaan kesenian tradisional dalam suatu
masyarakat juga dapat menumbuhkan jiwa kreatifitas, semangat dalam berkarya demi melestarikan
kesenian tradisional yang terdapat dalam kehidupan masyarakat tersebut.
Masyarakat
desa Penilikan berasal dari berbagai daerah, sehingga desa penilikan memiliki kelompok-kelompok
kesenian tradisional dari beberapa daerah yaitu kesenian tradisional Kuda Kepang,
Tari Bali, Kentongan dll, kesenian-kesenian tradisional tersebut merupakan
bagian aset kekeyaan desa Penilikan khususnya, dan bangsa Indonesia pada umumnya dan akan
tetap di jaga kelestariannya khususnya di desa Penilikan.
Salah
satu kesenian yang ada di desa Penilikan adalah Paguyuban Seni Budaya Kentongan
Puspa Sari Budaya/ Kentongan.
KENTONGAN adalah salah satu kesenian
tradisional yang pertunjukannya bersifat masal, yang alatnya berupa kentong
yang terbuat dari potongan-potongan bambu. Kentongan sebagai kesenian asli
Banyumas pD perkembangannya kemudian berkolaborasi dengan unsure music yang
modern sehingga harmoni irama lebih selaras, serasi dan menarik, seperti
menggunakan angklung sebagai melodinya, Calung sebagai rytme nya, Suling untuk
memperindah, bass atau bedug yang terbuat dari tong yang bagian atasnya di
tutup dengan ban dalam bekas. Kemudian untuk perkusi yang di kombinasi dengan ketipung
dan samba, kemudian sebagai trebelenya dengan drum mini. Jumlah pemain
Kentongan ini biasanya antara 20 sampai
50 orang yang di pimpin oleh satu atau dua orang mayoret, dan sebagai
pelengkapnya disisipi dengan beberapa orang penari.
Itulah sekilas gambaran tentang kesenian
Tradisional Kentongan asal Banyumas Jawa Tengah yang di kembangkan di desa
Penilikan ini.
KESENIAN KUDA KEPANG "TURONGGO DJATI" DESA PENILIKAN PIMPINAN BAPAK MURSALIM
Menurut
sejarah, seni kuda Kepang lahir sebagai simbolisasi bahwa rakyat juga
memiliki kemampuan (kedigdayaan) dalam menghadapi musuh ataupun melawan
kekuatan elite kerajaan yang memiliki bala tentara. Disamping juga
sebagai media menghadirkan hiburan yang murah meriah namun fenomenal
kepada rakyat banyak.
Kesenian ini menggunakan kuda bohong-bohongan terbuat dari anyaman bambu yang diiringi oleh musik gamelan seperti gong, kenong, kendang dan slompret. Penari kuda Kepang yang asli umumnya diperankan oleh anak putri yang berpakain lelaki bak prajurit kerajaan.
Bunyi pecutan (cambuk) besar yang sengaja dikenakan para pemain, menjadi awal permainan dan masuknya kekuatan mistis yang bisa menghilangkan kesadaran si pemain. Dengan menaiki kuda dari anyaman bambu tersebut, penunggang kuda yang pergelangan kakinya diberi kerincingan berjingkrak –jingkrak, melompat –lompat hingga berguling-guling di tanah. Tak hanya itu, penari kuda Kepang yang sudah kesetanan itu pun melakukan atraksi yang cukup berbahaya, seperti memakan beling (kaca) dan mengupas sabut kelapa dengan gigi taringnya. Biasanya, beling yang digunakan adalah bolam lampu layaknya orang kelaparan, tidak meringis keasakitan dan tidak ada darah pada saat ia menyantapnya. Bunyi pecutan yang tiada henti mendominasi rangkaian atraksi yang ditampilkan, setiap pecutan yang dilakukan oleh pawang dalam permainan mengenai kaki dan tubuhnya si penari dan akan memberikan efek magis.
Sebagai sebuah atraksi penuh mistis dan berbahaya tarian kuda Kepang dilakukan di bawah pengawasan seorang pimpinan supranatural atau biasa disebut pawang atau dukun. Biasanya, sang pawang adalah seorang yang memiliki ilmu gaib yang dapat mengembalikan kesadaran penari yang kesurupan dan mengusir roh halus yang merasuki sang penari.
Kesenian Kuda Kepang di desa Penilikan ini di dirikan dan di lestarikan oleh masyarakat yang berasal dari Temanggung dan Banjarnegara Jawa Tengah atas kecintaannya dan rasa tanggung jawab atas kelestarian warisan Budaya bangsa.
Demikian sekilas tentang Kesenian Kuda Kepang asal Jawa Tengah yang saat ini juga berkembang di desa Penilikan ini.
KESENIAN KUDA KEPANG "TURONGGO DJATI" DESA PENILIKAN PIMPINAN BAPAK MURSALIM
Kesenian ini menggunakan kuda bohong-bohongan terbuat dari anyaman bambu yang diiringi oleh musik gamelan seperti gong, kenong, kendang dan slompret. Penari kuda Kepang yang asli umumnya diperankan oleh anak putri yang berpakain lelaki bak prajurit kerajaan.
Bunyi pecutan (cambuk) besar yang sengaja dikenakan para pemain, menjadi awal permainan dan masuknya kekuatan mistis yang bisa menghilangkan kesadaran si pemain. Dengan menaiki kuda dari anyaman bambu tersebut, penunggang kuda yang pergelangan kakinya diberi kerincingan berjingkrak –jingkrak, melompat –lompat hingga berguling-guling di tanah. Tak hanya itu, penari kuda Kepang yang sudah kesetanan itu pun melakukan atraksi yang cukup berbahaya, seperti memakan beling (kaca) dan mengupas sabut kelapa dengan gigi taringnya. Biasanya, beling yang digunakan adalah bolam lampu layaknya orang kelaparan, tidak meringis keasakitan dan tidak ada darah pada saat ia menyantapnya. Bunyi pecutan yang tiada henti mendominasi rangkaian atraksi yang ditampilkan, setiap pecutan yang dilakukan oleh pawang dalam permainan mengenai kaki dan tubuhnya si penari dan akan memberikan efek magis.
Sebagai sebuah atraksi penuh mistis dan berbahaya tarian kuda Kepang dilakukan di bawah pengawasan seorang pimpinan supranatural atau biasa disebut pawang atau dukun. Biasanya, sang pawang adalah seorang yang memiliki ilmu gaib yang dapat mengembalikan kesadaran penari yang kesurupan dan mengusir roh halus yang merasuki sang penari.
Kesenian Kuda Kepang di desa Penilikan ini di dirikan dan di lestarikan oleh masyarakat yang berasal dari Temanggung dan Banjarnegara Jawa Tengah atas kecintaannya dan rasa tanggung jawab atas kelestarian warisan Budaya bangsa.
Demikian sekilas tentang Kesenian Kuda Kepang asal Jawa Tengah yang saat ini juga berkembang di desa Penilikan ini.